Meskipun proses pembahasan
perda tentang APBD Kota Dumai TA 2014 beberapa waktu lalu telah
dilaksanakan melalui pembicaraan tingkat II, yaitu pengambilan keputusan dalam
rapat paripurna yang didahului dengan penyampaian laporan hasil pembahasan serta saran dan pendapat
badan anggaran DPRD dan permintaan
persetujuan dari anggota secara lisan
oleh pimpinan rapat paripurna, sepertinya berita acara persetujuan bersama
terhadap RAPBD
Kota Dumai
TA 2014 tidak
ditandatangani oleh Walikota
Dumai.
Desas desus itupun berulangkali menjadi “hot isyu” pemberitaan
media. Meskipun informasinya agak bias, substansinya tetap jelas bahwa Walikota
Dumai hanya memaraf “dokumen” APBD.
Seiring waktu
berlalu kebenaran berita tersebut terbukti dengan sendirinya, yaitu ketika
salinan surat Gubernur Riau kepada
Walikota dan Pimpinan DPRD
Kota Dumai kami terima. Surat No: 900/BPKAD/18.04,
Perihal Fasilitasi Penyusunan RAPBD Kota Dumai TA 2014 tertanggal 18 Maret 2014 tersebut adalah jawaban atas surat Walikota Dumai Nomor: 903/KEU/190, perihal fasilitasi
atas belum adanya kesepakatan RAPBD Kota Dumai TA 2014, tanggal 26 Februari
2014.
Intinya, Gubernur menyarankan agar terhadap
keinginan Walikota Dumai untuk Pembangunan Mesjid Terapung Bukit Gelanggang dapat
dikomunikasikan kembali
dengan DPRD agar tercapainya kesepakatan dan dapat menetapkan
persetujuan bersama RAPBD TA 2014. Hal ini sekaligus menjelaskan ke public bahwa
persetujuan bersama terhadap Raperda APBD Kota Dumai TA 2014 yang telah dihasilkan
melalui pelaksanaan paripurna DPRD tanggal 12 february 2014 lalu tidak diakui Walikota Dumai. Kesimpulan itu juga diperkuat oleh
Karo. Keuangan Setdaprov Riau, Jonli, sesuai pernyataannya, Selasa (1/4) di Haluan Riau. “Intinya belum ada kesepakatan antara Pemko
dan DPRD Kota Dumai, Asal ada kesepakatan Mesjid Terapung antara Pemko dan
Banggar DPRD masalah selesai” demikian. Meskipun hanya saran, “terobosan”
tersebut tentu mempertaruhkan kewibawaan Pemerintah Daerah.
Jika DPRD mengakomodir ”keinginan” Walikota Dumai, hal itu tentu “mementahkan” keputusan dan persetujuan
bersama dalam rapat paripurna. Artinya sama saja DPRD Dumai telah mengangkangi keputusannya sendiri yang lebih dahulu telah
disampaikan sebagai laporan hasil pembahasan
serta saran dan pendapat badan anggaran sebelum dilakukan permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat
paripurna.
Hal itu bukan tidak bisa dirubah, bisa saja. Masalahnya
kok maksa kali gitu lhooo…?? Meskipun memungkinkan, perubahan tersebut tentu
memakan waktu sehingga hal itu akan semakin mempersulit ekonomi masyarakat yang
memang sudah terpuruk belakangan ini.
Sesuai ketentuannya, Raperda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali
berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah. Penarikan raperda oleh
Kepala Daerah harus disampaikan dengan surat Kepala Daerah disertai alasan
penarikan. Hal itupun hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang
dihadiri oleh Kepala Daerah.
Alasan penolakan oleh DPRD atas keinginan Walikota sebenarnya sangatlah jelas. Kegiatan Pembangunan Mesjid Terapung Bukit
Gelanggang tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau biasa disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yaitu dokumen perencanaan Daerah yang memuat rancangan kerangka ekonomi
daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur
dan pendanaannya untuk periode 1 (satu)
tahun yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
dan pengawasan yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah
(Perwako). Kami
juga berharap kepada Walikota Dumai agar tidak selalu “buangbadan” atas kondisi
ini. Hal ini terkait pernyataan beliau kepada Dumaipos, Selasa (1/3) lalu
tentang kelangsungan proyek air
bersih, “Pemko Dumai mengucurkan anggaran sebesar Rp. 10
Milyar dalam APBD Kota Dumai TA 2014. Tahun ini sudah bisa dieksekusi jika APBD sudah ditandatangani gubernur.”
Pernyataan tersebut seolah-olah
sengaja membentuk opini di-masyarakat bahwa pelaksanaan APBD Kota Dumai TA 2014 terhambat karena APBD belum
ditandatangani Gubernur, meskipun kami yakin, sebanarnya Pemko mengetahui bahwa
tidak ada tugas Gubernur untuk menadatangani
APBD Kabupaten/Kota. Ketentuan tersebut jelas sesuai Permendagri No. 36 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 16 Tahun 2007 tentang Tatacara
Evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran
APBD.
Dalam hal ini tugas Gubernur
adalah melakukan evaluasi terhadap Raperda Kabupaten/Kota tentang APBD dan Raperkada
tentang Penjabaran APBD, selanjutnya menetapkan hasil evaluasi tersebut dengan
Keputusan Gubernur.
Terhadap kondisi ini sebaiknya DPRD Kota Dumai secara
resmi segera menyurati Gubernur Riau, menyampaikan kondisi yang sebenarnya
sekaligus meminta agar Gubernur mengesahkan Rancangan Peraturan Walikota Dumai
tentang APBD TA 2014 agar dapat digunakan Walikota sebagai dasar penetapan DPA-SKPD sehingga
APBD TA 2014 ini bisa segera digunakan. Bengkalis
Bisa, Dumai Berani…??!! ***Trims.